Tulisan ini kudapat dari seorang suami yang kutahu pasti sangat mencintai istrinya (soalnya aku dah pernah liat suami itu
Tulisan yang berupa surat itu ditujukan untuk istrinya yang baik hati dan tidak sombong (seperti aku  , maaf penyakit narsisku kumat lagi .. Nah istrinya yang baik hati dan tidak sombong ini membaginya untuk teman-teman semua.
Begini isi surat tersebut : (mohon dibaca dengan baik dan benar sesuai tartil  , dipahami, diresapi dan dikomentari. Yang rajin komen di blog ini semoga disayang...

"Istriku yang tercinta....kupilih engkau untuk mendampingi hari-hariku, karena banyak hal.
Kujatuhkan pilihanku padamu setelah melampaui pengamatan yang mendalam selama bertahun-tahun, melalui Isthikaroh, melewati restu kedua orang tua kita.
Subhanalloh....setelah ijab kabul kuucapkan, dan engkau menjadi halal bagiku, semakin kurasakan betapa laki-laki begitu membutuhkan sentuhan lembut perempuan, agar laki-laki itu tak menjadi seonggok robot, jasad tanpa hati yang lembut.
Istriku kuyakinkan padamu, engkaulah yang terbaik bagiku.
Mungkin aku bukanlah yang terbaik bagimu. Namun kuberusaha untuk senantiasa memahamimu, selalu, selamanya.
Istriku engkau berbicara dengan beragam bahasa, bahasa kata, bahasa tubuh,bahasa diam dan bahasa air mata.
Pernikahan kita baru seumur jagung, namun air matamu telah tumpah ruah.
Aku laki-laki, sekaligus suami pemula, belum paham menerjemahkan bahasa air matamu. Semua tampak membinggungkan bagiku.
Untukku air mata adalah kesedihan, namun bagimu air mata adalah segalanya.
Mengapa hampir di setiap kejadian air matamu hadir?
Disaat engkau pertamakali menerima gajiku, engkau menangis.
Disaat kuselipkan setangkai mawar di tas kerjamu, engkau kembali menitikkan air mata. Bukankah seharusnya engkau tertawa lebar?
Namun anehnya engkau tak meneteskan air mata disaat aku kehilangan uangku dengan jumlah yang cukup besar untuk ukuran kita, karena dibawa kabur rekan kerjaku.
Bukankah ini kesedihan yang seharusnya ada air mata?.
Namun engkau justru merangkulku, tersenyum dan membisikkan dengan lembut ditelingaku, bahwa ini adalah episode hidup kita, tak mengapa kehilangan harta asal bukan kehilangan iman di dada dan kehilangan cintaku.
Istriku tercinta...... kini aku tak lagi heran dengan air matamu, air mata yang muncul dari kehalusan budi rasamu dan kepekaan nuranimu, bukan lahir dari kecengenganmu.
Istriku yang tercinta... sekarang aku ingin menitikkan air mataku, betapa aku adalah laki-laki yang sangat beruntung, mendapatkan dirimu seutuhnya. Perempuan yang berani mengatakan
"Mas... kuikatkan seluruh hidupku padamu, bawalah aku senantiasa di jalanNYA, agar kelak kita dapat disatukan kembali di surgaNYA"